JOURNALISTIK SPENSA WONOGIRI
Wednesday, January 19, 2011
Kangen
“Rindu itu seperti angin” katamu dalam bias kematian
Gadis ikal tersembunyi pada riak laut
Seribu mimpi mengibas
Tersimpan di kental tahi lalatnya
“Rindu itu seperti camar” katamu dalam bingkai
industri metropolis
Mencakar kota membiaskan jelaga
Seribu mimpi terjagal pada binar mata
Siapa yang memiliki keberanian untuk berimajinasi
“Rindu itu seperti labi-labi terpenjara dalam labirin”
katamu
Mata teduhmu berusaha menatap jauh
Terhalang mayat-mayat kapal karam
Batu-batu berliang
Berdering ketika angin tajam menikam
Sampah plastik yang menggunung
Peskapre, atap-atap rumbia bersama mengepung rasa
“Rindu tak pernah meleleh”
Pada bau ikan asin yang menyengat
Tersembunyi di rapat tubuh nelayan
Berbalut kesangsian diam
Meniti tak juga cairkan waktu
Cerita Pembunuh Waktu
“Rembulan bakal mati dimakan kelelawar” katamu
Aku terbahak mengekalkan malam
Gelap yang menghantam pikiranmu selama ini
Telah menjadikanmu jadi skeptis
Membatu seperti bukit
“Tetapi katak menertawakannya sehingga dimuntahkannya kembali rembulan itu”
Lanjutmu dalam kata yang dingin
Sedingin besi penjara yang menancapi kepala putihmu
Mata rabunmu terkapar menggeliat dalam ketidakberdayaan
Aku menatap lantai basah yang meski tak bermata
Ia menyimpan begitu banyak kepedihan hingga ia memuntahkannya
Memuntahkan rembulan yang tak pernah meronta
Meski ia dijagal dan disembelih
Pada upacara pembohongan
*) Didit Setyo Nugroho
Dimuat di Solopos / Edisi : Minggu, 16 Agustus 2009 , Hal.VIII