by Solopos edisi Senin, 11 Oktober 2010 , Hal.8
Rumah bercat putih yang salah satu bagian dindingnya tersemat papan bertuliskan Pusat Penjualan Tiket PO Timbul Jaya di sebelah timur Pasar Ngadirojo Wonogiri, Selasa (5/10) siang itu seperti tak pernah sepi dari tamu.
Baru saja ada yang masuk ke ruang tamu, tak berapa lama kemudian sudah ada yang datang kembali dan menunggu di kursi teras. Begitu seterusnya. Bahkan baru 10 menit berbincang dengan si empunya rumah, Danar Rahmanto, sudah tiga orang tamu datang menyela.
Mulai dari yang meminta agar Danar hadir di acara pertemuan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK), memberi sambutan acara di kampung sampai mengharap kehadiran Danar di pesta pernikahan.
Di sela-sela menerima tamu, telepon genggam Danar yang diletakkan di mejanya pun tak berhenti berderit-derit dan berteriak-teriak. Meskipun demikian, air muka Danar tetap saja sumringah. Senyum selalu menyungging dari bibirnya.
Bahkan tanpa menunggu lama, dengan berkendara mobil BMW 318i warna merah bernomor polisi AD 1745, ditemani sopir dan dua asistennya, Danar segera meluncur ke tempat pertemuan PKK di sekitar waduk gajah mungkur (WGM) dan dilanjutkan menyambangi tiga acara pesta pernikahan. “Kalau jagong sekarang sudah sedikit. Sebelum Lebaran, sehari bisa sampai 34 undangan,” ujarnya sambil tersenyum simpul.
Kebiasaan lama
Danar mengaku rutinnya mendatangi beragam kegiatan tersebut bukan lantaran karena ia turut mengisi bursa pencalonan kepala daerah Wonogiri. Jauh sebelum itu, bapak tiga anak tersebut sudah kerap mendatangi kegiatan-kegiatan di kampung. Tak hanya urusan kondangan melainkan juga layatan sampai kegiatan kepemudaan. Bagi Danar bisa berkumpul dengan masyarakat kampung dan berbagi cerita adalah kenikmatan tersendiri.
Itulah mengapa Danar Rahmanto yang pada Pilkada 16 September lalu terpilih menjadi Bupati Wonogiri periode 2010-2015 selalu berusaha memenuhi berbagai undangan tersebut. Rupanya, kedekatan emosional Danar dengan warga Wonogiri yang sudah terjalin lama itu membuatnya tak sulit memenangkan Pilkada. “Menghadiri acara seperti jagong adalah investasi politik yang murah,” kelakarnya.
Namun demikian, kedekatannya dengan masyarakat akar rumput sebetulnya juga tak lepas dari latar belakang keluarganya. Sejak kecil anak keempat dari empat bersaudara pasangan Atmo Wiranto dan Sutamti itu sudah turut malang melintang mengikuti kedua orang tuanya yang berbisnis hasil bumi dan pjasa angkutan.
Itulah mengapa, di usia belianya ia sudah turut terjun langsung menangani bisnis keluarga. Bahkan cita-cita Danar sejak kecil meneruskan bisnis keluarga. Bukan menjadi dokter, insinyur dan cita-cita idealis lazimnya anak kecil.“Sejak SD tidak ada cita-cita lain kecuali meneruskan bisnis keluarga,” tegas lelaki yang paling suka memakai celana berbahan denim ini.
Meskipun turut sibuk membantu mengisi pundi-pundi keluarga, namun tak berarti prestasi Danar di sekolah dasar dan menengah jelek. Penggemar karya Jalaludin Rumi dan Bung Karno ini tetap menorehkan angka-angka yang menggembirakan.
Jika menilik surat tanda tamat belajarnya di bangku SMP misalnya, Danar meraih nilai sembilan pada mata pelajaran Bahasa Inggris dan agama. Hanya satu mata pelajaran keterampilan saja yang mendapat nilai cukup karena mendapatkan nilai enam.
Danar juga mengaku tetap aktif mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Momentum paling mengesankan baginya yakni ketikan hari Sabtu. Karena pada hari tersebut di sekolah diadakan acara krida atau kerja bakti. “Kalau hari itu saya memakai hand body lotiondari ampas kelapa,” kenangnya.
Pasalnya, saat kerja bakti ia harusmengambil batu kerikil di sungai untuk menutup genangan-genangan air di halaman sekolahnya. “Biar tidak gatal,” ujarnya.
Setamat SMA keinginannya berbisnis di bidang angkutan kian meluap-luap. Alhasil sembari berkuliah di Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret (UNS) ia menekuni bisnis jasa angkutan.
Sayang, ia lterlampau larut menekuni bisnisnya itu. Makanya, di semester III Danar memutuskan meninggalkan kuliah dan konsen menggeluti usaha jasa angkutan. Apalagi saat itu persaingan belum begitu ketat. Namun demikian, krisis ekonomi 1998 turut menghantam bisnis Danar. Danar kolaps. “Bisa dikatakan saat itu bangkrut,” ungkap pemilik PO Timbul Jaya ini.
Namun, tempaan pengelaman berbisnis dari kedua orang tuanya sejak kecil membuat Danar tetap berdiri tegak. Naluri bisnisnya tetap mengembang dan akhirnya sekitar dua tahun berjalan usahanya bisa bangkit kembali.
Sampai pada 2004, Danar kepincut dengan dunia politik. Ia pun kala itu menjadi Wakil Ketua I DPC PDI Perjuangan Wonogiri. Dari sanalah Danar mulai mempersiapkan diri menjadi calom pemimpin Wonogiri. Dan kini tercapailah sudah. “Karena jika ingin melakukan perubahan dengan menjadi pemimpin memang harus disipakan. Tidak bisa dengan cara instan. Saya ingin hidup jaya dan mati pun sempurna,” ujarnya. - Oleh : Fetty Permatasari